Kadang-kadang sangatlah sulit
untuk berbicara dengan anak-anak kita dan untuk membuat mereka benar-benar
memperhatikan dan mendengarkan hal yang kita katakan.
Apalagi untuk anak balita. Mereka
umumnya memang sudah bisa memahami perkataan orang lain dengan baik. Tapi
karena mereka masih memiliki sifat egois, umumnya merespons hanya untuk hal-hal
yang menguntungkan dirinya saja. Ini menjawab mengapa anak 3-5 tahun tak melulu
mau mendengar perkataan orangtua.
1. CARA ORANGTUA MENYAMPAIKAN ISI PESAN PERLU DIUBAH SEHINGGA TAK TERKESAN
MEMERINTAH, MENYURUH, MENEGUR, ATAUPUN MELARANG
Bagaimana agar balita mau
mendengarkan kita? Berhubung anak hanya mau mendengar hal yang menurutnya
menyenangkan, cara orangtua menyampaikan isi pesan perlu diubah sehingga tak
terkesan memerintah, menyuruh, menegur, ataupun melarang.
2. SAAT BICARA ADALAH UNSUR PENTING, PILIHLAH KOMUNIKASI YANG TEPAT
Komunikasi dengan anak bisa
secara resmi atau tidak resmi. Komunikasi ini bergantung pada anak itu sendiri
dan usia mereka.
Berkomunikasi secara resmi dengan
percakapan yang panjangnya lebih dari 2-3 menit dengan anak umur 3 tahun
terlihat konyol. Tapi berbicara dengannya secara efektif sambil duduk di kursi
goyang, sambil membaca buku, dan saat kami di mobil.
Beberapa anak menyukai percakapan
yang serius dengan ayah mereka. Beberapa anak tidak menyukai percakapan seperti
itu dan mereka menutup mulutnya rapat-rapat. Jangan merasa tidak enak jika cara
yang Anda gunakan tidak berhasil.
Kuncinya adalah untuk
berkomunikasi. Komunikasi ini bisa dilakukan saat kalian bermain ski di lereng
gunung, saat memasak di dapur, atau di mana pun kalian berada.
3. JANGAN BERBICARA KETIKA SEDANG KESAL PADA ANAK
Banyak orang tua membuat
kesalahan dengan mencoba untuk berbicara dengan anak-anak mereka saat mereka
sedang kesal. Jika emosi meningkat, hentikan percakapan Anda. Baik Anda ataupun
anak Anda yang sedang memanas, hentikan percakapan dan katakan, “Saat ini kita
benar-benar sedang marah. Mari kita tunggu dan mendiskusikan hal ini lagi
nanti.”
Dalam hal ini, Anda tidak sedang
plin-plan. Sebaliknya, Anda sedang mengontrol situasi. Kita semua tahu bahwa
hal-hal penting sebaiknya dibicarakan dengan kepala dingin. Bertindaklah
sedewasa mungkin, kontrol situasi, dan pilih waktu yang terbaik untuk
membicarakan tentang hal itu.
4. POSISI BADAN ORANGTUA KETIKA BICARA SEJAJAR DENGAN ANAK
Posisikan badan kita sejajar
dengan tinggi badan balita dan jangan terlalu jauh darinya. Dengan begitu,
perhatian anak bisa lebih mudah terfokus dan menangkap pesan atau dialog yang
dilontarkan orangtua.
Jika anak terlihat tidak
memerhatikan, sentuhlah dia untuk menarik perhatiannya. Sikap itu menunjukkan
keseriusan kita dalam berkomunikasi. Kalau perlu, dekap anak saat kita
mengajaknya berbicara.
Jarak yang jauh atau kesibukan
Anda pada kegiatan tertentu membuat alur komunikasi takkan sampai dengan baik.
Misalnya, Anda bicara kepada anak
sambil membaca koran di ruang tamu atau menonton TV. Tentu anak merasa dirinya
tidak dianggap penting, omongan kita pun tidak dianggapnya penting. Akhirnya
anak tidak menangkap pesan yang dimaksud.
5. PENTING ORANGTUA KETAHUI KEMAMPUAN PEMAHAMAN ANAK
Misal, orangtua bertanya, “Kenapa
kamu melakukan itu?” Barangkali akan lebih enak bila mengatakan, “Ibu ingin
tahu apa yang baru kamu lakukan itu.” Kalimat yang bernada menghakimi,
mengancam, atau bahkan menuduh, membuat anak terpojok.
Ketimbang bilang, “Kamu harus
tidur siang,” coba katakan, “Kamu, kan, sejak pagi capek main. Sepertinya, sih,
sekarang enakan tidur siang deh.” Hindari berkata, “Kamu harus membereskan
mainan,” gantilah dengan, “Yuk, ibu bantu kamu untuk membereskan mainanmu.”
Jangan ucapkan kalimat bertanya
yang mendorong anak berkata tidak. Misal, “Mau enggak kamu membereskan
mainanmu?” Tapi cukup katakan, “Sayang deh kalau mainanmu berantakan di
mana-mana. Kita bereskan yuk!” Ingat, anak tak mau diperintah.
Daripada mengatakan, “Awas, makan
jangan sampai berantakan, ya. Habis makan, taruh piring di tempat cucian,”
lebih baik ucapkan, “Sayang, coba di mana sebaiknya kamu menyimpan piring ini?”
Dengan begitu, anak juga belajar untuk berpikir mencari solusi.
Berbicaralah dengan
kalimat-kalimat yang tak sekadar menjurus pada jawaban ya atau tidak. Contoh,
“Senang di sekolah tadi?” alternatif yang lebih bijak adalah, “Tadi main apa
yang seru di sekolah?” Setelah itu, bicarakan topik-topik yang menarik bagi si
prasekolah.
6. JANGAN LANGSUNG BICARA, TUNGGU MOMEN YANG TEPAT
Perhatikan, apakah anak sedang
asyik dengan kegiatannya? Kalau ya, mungkin percuma saja mengajaknya bicara.
Lebih bijak kalau kita tunggu dulu sejenak, sampai setidaknya ia tak
sibuk-sibuk amat atau sudah menyelesaikan aktivitasnya.
Kadang, sulit mengalihkan
perhatian anak dari hal yang sedang ditekuninya. Kalau dia sedang asyik main
mobil-mobilan, jangan langsung diinterupsi.
Mulailah dengan pendekatan dulu
agar anak tak merasa kegiatannya diganggu atau tak dipaksa menimpali omongan
kita. Apalagi kalau yang dikatakan orangtua berupa perintah atau larangan.
Beri waktu beberapa menit sebelum
meminta anak melakukan sesuatu. Contoh, “Nak, kalau jarum jam yang pendek
menunjuk angka 12, kamu makan ya. Setelah makan, kamu boleh main lagi.”
Dengan begitu si prasekolah
relatif tak merasa aktivitasnya terganggu. Lagi pula, dengan cara itu anak
memiliki persiapan ketika harus menghentikan kegiatannya.
7. KATA-KATA YANG DIUCAPKAN SEBAIKNYA PENDEK ATAU SEDERHANA
Tidak terlalu berpanjang-panjang
apalagi berbelit-belit. Sesekali perhatikan bagaimana balita berkomunikasi
dengan teman sebayanya. Cermatilah caranya.
Bila anak memperlihatkan gejala
bahwa dirinya tak berminat diajak ngobrol, boleh jadi itu karena ucapan kita tak
dipahaminya entah karena bertele-tele, atau karena berupa kalimat-kalimat
perintah dan melarang. Semakin kita bertele-tele, maka anak akan semakin
menutup telinganya.
8. KONTAK MATA KARENANYA ANAK MERASA MENDAPAT PERHATIAN DAN KEBERADAANNYA
BEGITU PENTING
Adanya kontak mata juga
menandakan orangtua bersungguh-sungguh terhadap apa yang diucapkan. Dengan
menatap matanya, anak pun merasa mendapat perhatian dan keberadaannya begitu
penting.
Teguran kitayang sebaiknya
disampaikan dengan kalimat-kalimat positifdengan begitu akan dianggap penting
juga oleh anak. Misalnya, dalam rangka menegur perbuatan salahnya. Kontak mata
pun tetap diperlukan manakala orangtua dan anak berdialog biasa, memberi
perintah, atau menanyakan sesuatu.
9. BERBICARA SEPERTI CARA YANG KITA HARAPKAN JIKA ORANG LAIN BERBICARA
KEPADA KITA
Berbicaralah kepada anak dengan
cara seperti yang kita harapkan jika orang lain berbicara kepada kita.
Jika hendak minta bantuan, yang
pertama kali harus diucapkan adalah “tolong”, bukan? Niscaya anak tak merasa
dipaksa saat diperintah. Sekaligus orangtua juga mengajari anak untuk bersikap
santun.
10. DENGAN CONTOH, ANAK BELAJAR BAGAIMANA MENJADI PENDENGAR YANG BAIK
Ajarkan bagaimana pentingnya
mendengarkan. Jika anak merasa dirinya didengar, maka ia pun akan belajar
mendengarkan kita. Berilah contoh atau teladan yang baik dengan memberi
perhatian yang tulus saat anak berbicara. Dengan contoh konkret, anak akan
menyerap dan meniru bagaimana menjadi pendengar yang baik.
11. JANGAN SEKEDAR BICARA, LAKUKAN BERSAMA
Saat melihat mainan balita begitu
berantakan, takkan efektif bila kita hanya menyuruhnya membereskan semua.
Alangkah bijak bila kita mengajaknya “Kak, ayo kita beresin mainannya.” Dengan
begitu, unsur perintah lebih tersamar.
Sekali lagi, anak membutuhkan
contoh konkret dari orangtua. Bukan tidak mungkin, di kemudian hari, anak akan
mau melakukan yang kita harapkan tanpa menunggu disuruh.
Langkah ini juga memupuk sikap
mandirinya, sekaligus mengajarkan bagaimana menjalin kerja sama. Dengan
bahu-membahu, maka pekerjaan akan lebih cepat selesai.
12. PENTING SESEKALI BERSIKAP TEGAS
Bersikap selalu lembut sebenarnya
kurang baik juga bagi perkembangan balita. Agar anak bisa taat aturan, sikap
tegas juga perlu ditunjukkan.
Misalnya saat anak melakukan
ketidakdisiplinan, tak ada salahnya ditegur. “Kakak, ini sudah waktunya mandi.
Ayo matikan TV-nya.”
Sikap tegas berarti mengatakan
apa yang perlu/harus dilakukan dengan nada bicara yang datar namun jelas.
Dengan bersikap tegas, anak akan merasa segan pada orangtua sehingga tak mau
lagi melanggar aturan.
13. KENALI KARAKTER
Satu hal yang tak kalah penting,
kenali karakter balita untuk menemukan gaya berkomunikasi yang pas dengannya.
Anak yang cenderung pemalu atau pasif memang biasanya lebih cuek ketimbang anak
yang terbuka atau aktif.
Orangtua yang sehari-hari
berhadapan dengan anaknya diharapkan mau lebih jeli mencoba gaya bicara yang
paling efektif untuk masing-masing karakter. Sesekali mungkin Anda lepas
kontrol, kembali ke gaya lama atau cenderung emosional menghadapi anak yang
cuek. Tidak mengapa, tapi ubahlah segera gaya bicara Anda sebelum anak menutup
telinganya rapat-rapat. Selamat mencoba!