Sunday, 26 November 2017

Bercocok tanam bukan kebiasaan masyarakat Korowai


Masyarakat Korowai - Jubi/Agus Pabika

Danowage - Masyarakat Korowai sulit bercocok tanam karena mereka masih bergantung dengan hasil alam yang ada di sekitar mereka.
Hal tersebut dikatakan Jimmy Weyato penginjil di Danowage kepada Jubi, Kamis, (26/10/2017), lalu.
"Masyarakat tidak memiliki budaya berkebun, mereka lebih mengandalkan hasil berburu dan pisang hutan yang ada di sekitar dusun mereka. Untuk mencari makan mereka berburu babi hutan, burung, kus-kus hutan, sagu, ulat sagu, sayur lilin dan ikan serta udang hasil tangkapan dari kali-kali besar yang ada di Korowai dan sekitarnya," katanya.
Lanjutnya, sebenarnya pihaknya pernah mengajarkan masyarakat Korowai cara untuk becocok tanam atau berkebun dengan memberikan mereka bibit jagung, ubi, kacang-kacangan dan lainnya tapi mereka enggan menanamnya. Mereka lebih suka berburu dan makan pisang hutan.
"Mereka tidak bisa mengikuti cara kami (orang Lani) berkebun dan buka lahan baru di sekitar halaman dan dusun mereka. Setiap minggu ibadah, saya dan penginjil lain selalu ingatkan mereka untuk berkebun, apalagi Pdt. Trevol kasih tahu ke mereka tapi tidak pernah dikerjakan. Berkebun penting, karena dengan kebun dan tanaman yang ada dapat mengurangi gizi buruk mereka, dan membantu mereka untuk mandiri serta jauh dari kelaparan dan selalu hidup sehat," kata Jimmy.
Sementara itu salah satu guru di sekolah Yayasan Lentera Harapan (YLH) Danowage, Iren Wato, mengatakan pihaknya hanya bisa mengajarkan melalui anak didik saja.
"Kami didik anak-anak murid asli Korowai untuk hidup sehat. Dengan pola hidup sehat di sekolah mereka bisa lakukan juga di rumah dan mengajarkan ke orangtua mereka. Misalnya mengajarkan mereka MCK, makan makanan bergizi. Kami juga ajarkan cara berkebun di halaman sekolah dengan harapan itu bisa menjadi bekal mereka ke depan, dan juga bisa dipraktikkan langsung di sekitar halaman rumah mereka." (*)
Sumbert : Tabloid Jubi