Friday 20 October 2017

Kopkedat: Kondisi seperti ini yang dikatakan Papua bunuh Papua


Anak-anak dusun Kopkak Korowai sedang belajar di sekolah darurat yang dibangun oleh Kopkedat - Jubi/IST 


Sentani - Komunitas Peduli Kemanusiaan Daerah Terpencil (Kopkedat) di Papua minta pemerintah daerah membantu meringankan beban sesama anak bangsa secara khusus bagi suku Korowai dan Kopkak, dua suku tertinggal di bagian selatan Papua.
Ketua Kopkedat, Yan Akobiarek, yang saat ini berada di Korowai guna membantu masyarakat disana di bidang pendidikan mengatakan banyak sekali anak usia sekolah di dua suku ini yang tinggal tanpa mengenal baca dan tulis alias buta huruf. 
"Tahun 2016 waktu kami baru tiba di Korowai, jumlah orang dewasa sekitar 113 orang, yang tersebar di beberapa dusun di kampung Brukmakot. Sementara jumlah anak-anak sekitar 50 anak. Semuanya dalam kondisi tidak bisa membaca dan menulis," jelas Yan Akobiarek, melalui pesan singkat yang dikirim kepada Jubi di Sentani, Kamis (12/10/2017).
Dikatakan, sejak Kopdekat beraktivitas di Korowai, di dua dusun ini telah dibangun sekolah darurat untuk menampung dan mendidik anak-anak di daerah ini untuk belajar membaca dan menulis.
Dari upaya sudah dilakukan, ada lima anak Korowai yang kini disekolahkan di Wamena. Dua anak sekolah di SD, satu anak di SMP, dan dua lainnya kuliah di Sekolah Teologia Reformasi Wamena. 
"Kami berupaya dengan apa yang kami punya sebagai pekerja dan peduli terhadap kemanusiaan di daerah terpencil. Kami sangat berharap pemerintah daerah yang ingin membangun sarana pendidikan di lima wilayah adat di Papua, memasukkan Korowai sebagai salah satunya. Sudah 17 tahun mereka hanya menjadi penonton di era otonomi khusus Papua," ujar Yan Akobiarek. 
Hal senada disampaikan Yesaya Pahabol, seorang anggota Kopkedat, yang biasanya bergantian dengan Yan Akobiarek, melaksanakan tugas kemanusiaan di Korowai. Yesaya mengatakan pemerintah jangan menutup mata terhadap keberadaan masyarakat yang hidup dalam kondisi terbelakang tanpa bantuan apapun kepada mereka. Padahal mereka ini masih dalam wilayah otonom Papua.
"Kenyataan yang kita lihat dan dirasakan oleh saudara-saudara kita di Korowai apa? Makan nasi atau mencium aroma teh panas untuk diminum itu seperti sesuatu yang berharga dan langka bagi mereka. Pernah ada pejabat yang turun ke Korowai untuk melihat dari dekat kondisi mereka. Tetapi itu hanya sebuah kunjungan seremonial saja tanpa ada langkah tindak lanjut dan kebijakan yang membawa perbaikan kondisi masyarakat Korowai yang hingga kini masih terbelakang," ungkapnya dengan nada kesal.
Yesaya mengatakan kondisi ini sesungguhnya bukan saja dilupakan oleh mereka yang ada di pusat pemerintahan di Jakarta. Tetapi juga di Papua yang sangat dekat dengan kondisi nyata di lapangan.
“Kondisi seperti ini yang dapat dikatakan Papua bunuh Papua sendiri,” katanya.
Yesaya mengakui ada sejumlah pihak yang menunjukkan kepeduliannya dengan mengirim bantuan berupa pakaian layak pakai dan buku tulis serta fasilitas pendukung proses belajar mengajar, yang boleh dibilang seadanya saja.
“Yang sesungguhnya diharapkan masyarakat disana bukan sekedar bantuan yang sifatnya temporer tetapi mereka benar-benar menjadi bagian dalam wilayah pembangunan Papua secara khusus dan NKRI pada umumnya," kata Yesaya menutup pembicaraan.


Sumber :Tabloid Jubi