Ketika
anda mendengar frasa “pohon Sagu” pasti yang akan terbayang dibenak anda adalah
tumbuhan jenis palem atau yang dalam bahasa ilmiah biasa disebut Metroxylon
sagu Rottb. Sedangkan jika kita mendengar kata” Sagu” pasti yang akan terbayang
adalah bahan mentah dari makanan pokok masyarakat Papua dan Maluku yang diolah
menjadi Papeda. Jika itu yang terpikirkan di benak anda, maka memang benar
adanya. Hehehe yang bilang salah siapa? Ya..sudah gan. Kita lanjut saja
pembahasannya!
Dari bentuk dan karakteristiknya, tepung sagu serupa dengan tepung
tapioka. Secara ekonomis Sagu dikemas dengan daun pisang,
daun sagu atau daun kelapa untuk dijual. Selain itu, sagu juga
sering dibakar dan diolah menjadi Papeda atau sagu bakar.
Dari penjelasan di atas, secara singkat dapat kita ketahui apa itu
Sagu. Berbicara tentang Sagu berarti kita juga berbicara tentang makanan pokok
orang Papua yang hendak beranjak punah dirampas perusahan pemilik modal. Sejak
dulu, orang Papua di beberapa wilayah hidup dengan sagu maka hari ini sagu
dikenal sebagai makan pokok orang Papua. Pertanyaannya, sebagai orang Papua apa
anda mengetahui manfaat sagu lebih dari sekedar makanan pokok?
Kalau belum tahu, sangat memalukan. Hehehe maaf gan. Bukan
bermaksud mempermalukan, pasalnya Dihai juga belum mengetahuinya, jadi
ketidaktahuan itulah yang membuat saya menulis artikel ini sebagai bahan
pembelajaran. Naa sekang kita sama To?
Jika demikian, anda dan saya harus mengetahui manfaatnya. Karena orang
Papua dan sagu sama halnya dengan air dan ikan. Artinya, karena sagu dan orang
Papua tidak dapat dipisahkan maka tidak ada salahnya Dihai berbagi informasi
seputar sagu. N..aaahh, sekarang berikut ini Dihai akan berbagi 5 manfaat sagu
yang mungkin belum anda ketahui jadi perlu anda sekatahui. Ingat ee gan. Bukan
bermaksud menggurui.
Pertama- Anda harus tahu tidak semua
negara dan daerah di dunia ini memiliki hutan sagu dan sagu itu sendiri.
Tidak semua negara diberi anugerah untuk ditumbuhi tanaman sagu.
Lebih dari 95% tanaman sagu dunia hanya dapat ditemui di Indonesia, Papua
Nugini, dan Malaysia.[1].
Indonesia merupakan negara beruntung karena sekitar 55% tanaman sagu dunia,
tumbuh di sini. Artinya, Indonesia menempati posisi pertama dengan luas 1,5
Juta Ha. Lahan Sagu terluas terdapat di bumi Cenderawasih dengan 1,3 Juta Ha
yang terdiri dari Hutan Sagu (Alami) dan Budidaya. Selain di Papua, sagu
juga terdapat di Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Barat
(Mentawai) dan Kepulauan Riau.
Berikut ini tabel
perkiraan Hutan sagu di Indonesia [2]
Dari data di atas terlihat
dengan jelas bahwa Indonesia negara yang beruntung tetapi yang lebih untung
masyarakat Papua. Mengapa? Ya karena kita memiliki cadangan sagu yang begitu
luas. Data potensi sagu Indonesia saat ini ± 1.250 juta ha dan di Papua ± 1.200
juta ha dan merupakan potensi sagu terbesar di dunia yang dapat dimanfaatkan
sebagai industry energy [3].
Sekarang tinggal anda, apakah
anda ingin melepaskan lahan sagu untuk para pemodal atau tetap menjangganya
untuk generasi mudah kedepan sebagai komoditi lokal yang sejak dulu diwarisi
nenek moyang kita.
Kedua -Sagu tidak hanya dapat
dimanfaatkan sebagai Papeda untuk dimakan. Dari daun, batan, sampai dengan
limbanya sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Selain Sagu sebagai makanan
pokok. Sejumlah penelitian membuktikan manfaat Sagu. Sagu dapat diolah
mejadi bahan baku industri kosmetik, kertas, bioetanol, pengbungkus kapsul,
film kemasan makanan yang biodegradable, dengan kata lain dapat diuraikan
secara sempurna oleh proses biologi dan bahkan limbahnya dapat dijadikan
sebagai biopeptisida maupun kompos. Lebih lanjut, beberapa rumah di Papua
khususnya dan umumnya Indonesia Timur memanfaatkan pelepah sebagai dinding,
atau pagar ternak. Daunnya digunakan masyarakat sebagai atap rumbia.
Naaa..untuk lebih jelas,
tentang hal-hal yang dapat diproduksi dari Sagu dapat dilihat pada tabel
berikut ini [4] (klik dua kali di gambar, untuk melihat secara
jelas)
Berdasarkan penelitian mengacu pada nilai kalor LHV bahan bakar
bietanol dari ampas sagu untuk kadar etanol 80 % adalah 16, MJ/Kg sehingga
dapat disimpulkan bahwa biotanol kadar 80% memenuhi syarat pembakaran.
Eksperimen dengan menggunakan cone calorimeter laju pelepasan kalor selama
proses pembakaran antara 20–45 kW/m2. Hasil pengukuran temperature flame
mencapai 450 0C selama kurang lebih 6 menit. Berdasarkan dari hasil eksperimen
tersebut dapat disimpulkan bahwa bioetanol kadar 80 % bisa menjadi bahan bakar
alternatif khususnya di daerah yang sulit dijangkau seperti wilayah Papua untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga.[5]
Naahh...jangankan yang lain, limbah sagu saja dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar. Mungkin anda bertanya, kan masih ada bahan bakar
dari fosil? Iya benar tapi, Menurutan The Word EnergyCouncil tahun
2010. Nanti pada tahun 2020 kebutuhan energy dunia akan eningkat dari 8,8 Gtoe
(gigatons of oil equivalent) menjadi 11,3 sampai 17,2 Gtoe (IEA, 2006).
Perkiraan ini menjadi indikator bahwa minyak bumi Indonesia hanya bertahan
dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun lagi.
Bukan hanya itu, sagu juga dapat diolah menjadi roti, biskuit, mie, dan sagu mutiara[6]
Kondisi ini juga akan berdampak pada cadangan minyak di Indonesia
dan ketersedian cadangan energi bahan bakar minyak yang berasal dari fosil
semakin Berkurang. Hal ini diperparah lagi dengan pertambahan jumlah penduduk
yang semakin meningkat dan disertai dengan peningkatan kebutuhan hidup
turut berdampak pula pada tingkat kebutuhan bahan bakar minyak.
Jadi jika kita boleh berandai-andai. Ketika
Papua memanfaatkan sagu dengan baik kita dapat menghemat bahan bakar dari
fosil.
Ketiga- Taukah anda, sebenarnya sagu sendiri
terdiri dari beberapa jenis. Sayangnya, saat ini populasi jenis sagu produktif
makin tertekan sebagai akibat persaingan dengan jenis sagu lainnya dan juga
karena eksploitasi guna memenuhi kebutuhan pangan. Tanpa kegiatan rehabilitasi
atau budi daya, sagu produktif terancam punah di Papua.
Hutan sagu di Papua sangat luas, sedikitnya mencapai 900.000 ha,
yang tersebar pada beberapa daerah meliputi Yapen Waropen, Sarmi, Bintuni,
Inanwatan, dan daerah lainnya. Kondisi hutan sagu sangat heterogen dalam jenis
vegetasi, jenis tanaman, dan struktur tanaman. Saat ini telah diidentifikasi 20
jenis sagu di Sentani, dan 60 jenis sagu di Jayapura, Manokwari, Sorong, dan
Merauke. Untuk menjaga eksistensinya, jenis-jenis ini perlu dilindungi melalui
kegiatan koleksi plasma nutfah. Masyarakat lokal Papua telah banyak mengetahui
teknologi budi daya sagu yang diperoleh secara turun-temurun.
Pengetahuan dan teknologi budi daya tersebut meliputi pemilihan
bibit, teknik penanaman, dan teknologi pengolahan hasil sagu. Pengolahan hasil
sagu masih secara konvensional dengan menggunakan tenaga manusia. Guna
meningkatkan efisiensi pengolahan sagu, telah dirakit pangkur dan alat peremas
sagu. Alat ini sudah banyak diadopsi oleh masyarakat pengelola sagu di Wilayah
Papua. Aci (papeda) sagu dapat diolah menjadi macam-macam makanan
ringan dan memberi peluang bagi berkembangnya industri rumah tangga.[7]
Sampai di sini, anda dan saya mengetahui sebenarnya di Papua bukan
hanya terdapat satu jenis sagu tetapi sekitar 80 jenis sagu yang
teridetivikasi. Meskipun begitu, beranikah anda bersepakat dengan saya bahwa di
Papua masih terdapat ribuan jenis sagu yang belum teridentivikasi? Meski asumsi,
saya sepakat. Bagaimana dengan anda?
Keempat - Apakah anda ingin mengetahui potensi
sagu di beberapa daerah Papua? Berikut ini Dihai berbagi potensi sagu
yang saya ketahui berdasarkan beberapa penelitian
Berdasarkan hasil hasil penelitian oleh Bambang Haryanto dkk,
dengan judul Potensi dan Pemanfaatan Pati Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan
di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat menyimpulkan sebagai berikut:
Pertama- potensi sagu di Kabupaten Sorong Selatan mencapai 311,5
ribu ha dengan potensi patinya mencapai 2,9 juta ton per tahun.
Kedua-areal sagu terluas terdapat di distrik Kais sebesar 63,8
ribu ha, Kokoda 61,3 ribu ha, Inanwatan 55,5 ribu ha, Saefi 39,6 ribu ha dan
Kokoda utara 34,5 ribu ha.
Ketiga- kerapatan pohon sagu masa tebang setiap ha mencapai (67±
22) pohon dan diameter rata-rata (41,1 ± 2,4) cm dengan tinggi pohon (9,9 ±
2,2) m
Keempat-estimasi produksi sagu di Kabupaten Sorong menggunakan
formula Yumte menghasilkan 9,7 ton per ha.
Kelima-data diameter dan tinggi pohon sagu hasil penelitian ini
hasilnya berbeda dengan pengukuran yang dilakukan oleh Yumte
Keenam- usulan untuk membuka pasaran pati sagu maka salah satu
strateginya adalah setiap pegawai negeri sipil di kabupaten Sorong Selatan
mendapatkan jatah sagu setiap bulannya sebesar 10 kg sebagai bentuk
implementasi penggunaan bahan baku lokal dalam mendukung ketahanan
pangan.
Ketujuh-pemanfaatan potensi sagu ini bila dapat diterapkan di
lapangan akan membuka kegiatan ekonomi dan mendukung ketahanan pangan di
Kabupaten Sorong Selatan [8]
Tahukah anda Sagu dapat tumbuh sampai pada
ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik
ditemukan sampai ketinggian 400 m dpl.Lebih lanjut, jumlah tegakan sagu per
hektar menurut stadia tumbuh di Papua dan daerah lain di Papua. Serta luas
hamparan sagu menurut kelas kepadatan populasi pada beberapa daerah di
Papua dapat dilihat pada kedua tabel berikut.[9]
Di Kecamatan Sarmi, roporsi
hutan sagu dengan kepadatan opulasi tinggi hanya 10,70%. Sedangkan hutan dengan
kepadatan populasi sedang dan rendah berturut-turut 35,50% dan 53,80%. Demikian
pula di Kecamatan Agats, proporsi tegakan sagu dengan kepadatan populasi
tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut adalah 18,90%, 54,50%, dan 26,60%.
Kondisi ini cukup mengkhawatirkan, karena tanpa rehabilitasi, proporsi sagu
produktif akan menurun karena kalah bersaing dengan sagu nonproduktif. Ditambah
pula bahwa tanaman sagu produktif banyak dieksploitasi untuk memenuhi
kebutuhan, termasuk kebutuhan pangan bagi masyarakat setempat.
Lebih lanjut, anda dapat
mengetahui daerah penyebaran dan luas hutan sagu di Papua dari tabel berikut
Coba anda bayangkan dan
renungkan tentang sagu di Papua pada pemaparan di atas. Andai saja, semua itu
dikelola dengan baik, dari segi perawatan, pemanfaatan serta proses
pengolahannya, makan produktivitasnya dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kita bukan saja memanfaatkannya sebagai bahan bakar, tetapi juga menjadi
berbagai makanan jadi dan lain-lain.
Sampai di sini Dihai tidak
mampu berkata. Hanya ada satu kata. Papua itu kaya. Soalnya, hal ini belum
termasuk hasil alam lainya.
Kelima -Mungkin orang Papua
bangga dengan kehadiran Pabrik Sagu Terbesar RI di Papua Barat. Tepatnya di
Sorong Selatan, Distrik Kais yang pada tahun 2016 mempekerjakan 40 orang di
pabrik dan 400 hingga 600 orang di hutan sagu. Mari kita lihat secara sekilas
prosesnya, apakah menguntungkan orang Papua atau tidak?
Perusahan itu mampu mengolah
6.000 tual (batang sagu ukuran 1 meter) dan mampu memproduksi 100 ton tepung
sagu per harinya. Dalam 1 tahun, pabrik
sagu di tepi Sungai Kais tersebut mampu memproduksi 30.000 ton sagu. Lebih
lanjut, Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar mengatakan,
nilai investasi pabrik sagu ini mencapai Rp 150 miliar dan menghasilkan profit
yang lumayan besar. "Dari total
investasi Rp 150 miliar, pabrik sagu Perum Perhutani ditargetkan akan
memberikan kontribusi pendapatan ke perusahaan Rp 100 miliar per tahun [10]
Artinya, dengan logika
sederhana kita dapat bertanya. Jika perusahaan perhutani milik negara
tersebut meraup pendapatan sebesar Rp. 100 miliar per tahun, maka
hanya butuh dua setengah tahun untuk melunasi nilai investasi. Selain itu,
mengacu pada pembahasan di atas, mengenali nilai kalor LHV bahan bakar bietanol
dari ampas sagu untuk kadar etanol 80 % adalah 16, MJ/Kilogram maka bagaimana
dengan pengolahan limba dari 100 ton per hari dari produksi sagu yang
dihasilan perusahaan itu yang notabenenya lebih dari 1 kg limba sagu?
Yah.. mereka bukan hanya
mengambil sagu saja tetapi limbanya pun dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
bahan bakar. Pada hal dalam produksinya, Perhutani akan membeli batang
sagu seharta Rp 9000 pertual tergantung kualitas pohon tersebut kepada
masyarakat Papua. Dengan suatu realitas bahwa hutan sagu Papua dapat
menghasilkan tepung sagu hingga 900 kilogram perbatang.
Sampai di sini, agak konyol
untuk disimak tapi biar sudah. Yang terpenting dari isi artikel ini, kita
sama-sama mengetahui manfaat sagu lebih dari yang kita kenal selama
ini. Pertanyaannya, masih beranikah kita merelalahkan hutan sagu demi perusahan
sagu maupun kelapa sawit yang terus menyapu hutan sagu di Papua? Mari kita
menjawab bersama!
Sumber Bacaan:
[1] Freddy Numberi, Sagu, Potensi yang Masih Terabaikan, PT
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2011, hlm 29.(Dikutip oleh, Isnenti Apriani
(FWI), dalam Hasil hutan yang diabaikan: sagu nasibmu kini, 2016. Hlm 18)
[2] beritasatu.com online, selain di Papua pohon sagu juga
ada di enam daerah ini. Edisi Selasa, 05
Januari 2016. diakses pada tangal 10 Fbruari 2017 pukul 13.13 wib.
[3] Made Kartika Dhiputra,dkk.2015. Pemanfaatan Ampas Ela Sagu
Sebagai Bioetanol untuk
Kebutuhan Bahan Bakar Rumah
Tangga di Provinsi Papua, 7-8 hlm 2.
[4]disperindagkepri.org online,Pohon Industri Pengolahan Tanaman Sagu. Diakses pada 10 Fbruari 2017,pukul 13.17 wib.
[5] Made Kartika Dhiputra,dkk.2015. Pemanfaatan Ampas Ela Sagu
Sebagai Bioetanol untuk
Kebutuhan Bahan Bakar Rumah
Tangga di Provinsi Papua, 7-8 hlm 2.
[6] Ebooki, pakapag. Sagu sebagai bahan pangan. Diakses 10
Februari 2017, melalui kapang.com pukul 13.41
[7] M. Zain Kanro dkk. 2003. Tanaman sagu dan pemanfaatannya di Propinsi Papua:. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 22(3) 2013
[7] M. Zain Kanro dkk. 2003. Tanaman sagu dan pemanfaatannya di Propinsi Papua:. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 22(3) 2013
[8]Bambang Haryanto, dkk.2015. Potensi dan Pemanfaatan Pati Sagu
dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat.
Jakarta: Pangan, Vol. 24 No. 2 Juni 2015 : 97-106
[9] M. Zain Kanro dkk. 2003. Tanaman
sagu dan pemanfaatannya di Propinsi Papua:.
Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jurnal Litbang
Pertanian. 22(3) 2013
[10]kompas.com
online, Total Investasi Pabrik Sagu
Perhutani di Sorong Mencapai Rp 150 Miliar. Edisi Selasa, 1 Januari 2016. Diakses pada
tangal 10 Februari 2017 pukul 15.55 wib.