Ilustrasi salah satu anak suku Korowai, Puti Hatil yang menderita bisul hingga pipi kirinya berlubang, dan kiri dirawat di RS Dian Harapan, Kota Jayapura - Jubi/Arjuna
Jayapura
- Koordinator
Gereja Injili di Indonesia (GIDI) untuk wilayah Korowai, Koeles Kogoya
mengatakan, hingga kini satu-satunya harapan suku Korowai mendapat pengobatan
ketika sakit adalah klinik misionaris di Danowage, pimpinan Mr. Mr. Trevor
Christian Johnson.
Katanya,
pelayanan kesehatan adalah masalah serius masyarakat suku Korowai, di wilayah
selatan Papua.
"Saya
sudah masuk ke wilayah Korowai sejak 17 tahun lalu. Di sana tidak ada pelayanan
kesehatan. Kami dari gereja sering masukkan permohonan bantuan obat ke
kabupaten di wilayah pegunungan, misalnya Tolikara dan Puncak Jaya,"
katanya kepada Jubi pekan lalu.
Menurutnya,
jika mendapat bantuan obat, pihaknya menaruhnya di pos dan memberikan kepada
masyarakat ketika mereka datang berobat. Namun ketika obat habis, masyarakat
kembali sulit mendapat pengobatan.
"Kalau
sakit masyarakat sudah parah, kami minta bantuan helikopter milik misionaris ke
Wamena, Jayawijaya untuk menjemput pasien. Ini gratis, tidak dibayar. Kami juga
minta bantuan ke misonaris, untuk mengirim tenaga kesehatan ke Korowai dan
membagikan obat," ujarnya.
Ia
mengatakan, penyakit yang diderita masyarakat Korowai selain kekurangan gizi
yakni kaki gajah, malaria, rematik, dan bisul, seperti yang dialami Puti Hatil,
bocah lelaki empat tahun yang kini mendapat perawatan di RS Dian Harapan.
"Penyakit
seperti yang diderita Puti ini, banyak diderita masyarakat di sana. Ada dua
jenis bisul, bisul yang muncul ke luar, ada yang ke dalam tubuh. Bisul ke dalam
ini, saya juga sering alami, bagian tubuh yang kena bisul ini mengeras,"
katanya.
Kepala
sekolah SD dan TK Lentera Harapan di Danowage, Distrik Yaniruma, Kabupaten
Boven Digoel, Merry Cristina mengatakan, pelayanan kesehatan dan pendidikan di
Korowai minim.
"Kami
harap pemerintah mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya dan bagaimana
menjaga kesehatan, kita tidak bisa menyalahkan masyarakat, karena sejak dulu
pola hidup mereka seperti ini," ucapnya.
Kata
dia, di sekolah pihaknya pelan-pelan mengajarkan anak-anak Korowai bagaimana
pola makan dan menjaga kebersihan tubuh.
"Kami
minta anak-anak membawa bekal, tapi mau bagaimana lagi, orangtua mereka hanya
dapat menyediakan sagu," katanya.
Sumber
:Tabloid Jubi