Campak
dan gizi buruk menyerang anak-anak Papua di Kabupaten Asmat, Papua. Akibatnya,
sebanyak 70 anak Asmat telah meninggal dunia dan sekitar 15 ribu warga Asmat
sedang menderita gizi buruk. Selain mengatasi kasus kesehatan ini, perlu
dipikirkan suatu solusi jangka panjang yang dapat menyelamatkan anak-anak Papua
dari berbagai macam penyakit yang mengancam kehidupannya.
Kematian
anak-anak Papua dalam jumlah yang besar ini sangat memprihatinkan, tetapi bukan
satu-satunya kasus kesehatan di tanah Papua. Juga bukan kasus pertama. Kasus
kematian anak seperti ini sudah banyak kali terjadi di berbagai kampung
di tanah Papua, terutama di kampung-kampung yang terisolir. Dalam tahun 2017,
misalnya, sebanyak 50 anak Papua meninggal di Distrik Tigi Barat, Kabupaten
Deiyai, dan 35 anak Papua meninggal di kampung Yigi, Distrik Inikgal, Kabupaten
Nduga. Kasus-kasus ini diketahui karena diberitakan oleh media
masa.
Sebenarnya,
banyak anak Papua yang meninggal dalam kesunyian, tanpa pemberitaan di media
massa, di seluruh Tanah Papua. Dokter Sonny Fadli, yang pernah bertugas sebagai
dokter PTT di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, menemukan bahwa “banyak anak
Papua meregang nyawa satu per satu di dalam (ke)sunyi(an)”. Mereka meninggal
karena penyakit yang sebenarnya bisa diatasi. Dokter Sonny mengakui hal ini,
“bayi mungil yang mestinya tumbuh dengan baik harus meregang nyawa akibat
penyakit yang preventable.” Kematian anak dalam jumlah yang besar dapat
saja terjadi di seluruh Tanah Papua pada waktu mendatang.
Alasan-alasan
Klasik
Dalam
mengurai penyebab kasus kematian anak di Asmat, sejumlah faktor penyebab
disebutkan, antara lain kekurangan tenaga kesehatan seperti dokter umum, dokter
spesialis, dan perawat. Penyebab lainnya adalah PUSKESMAS yang letaknya jauh
dari penduduk Papua, yang tidak ada petugas kesehatannya, dan yang tidak
tersedia obat-obat yang dibutuhkan rakyat. Faktor alam Papua yang berat,
mahalnya biaya transportasi, dan terisolirnya kampung yang didiami orang Papua,
dipandang sebagai penyebab lain dari kasus Asmat ini. Disebutkan bahwa faktor
rendahnya kesadaran orang Papua di kampung dalam hal hidup sehat, serta
lingkungan kehidupan orang Papua yang kotor turut menyebabkan munculnya kasus
kematian anak-anak di Asmat.
Diakui bahwa ada unsur kebenarannya pada faktor-faktor penyebab yang di sebutkan di atas. Tetapi perlu diketahui juga bahwa semua faktor penyebab tersebut merupakan alasan-alasan klasik yang biasa digunakan pemerintah, sejak Papua berintegrasi ke dalam Indonesia tahun 1963 hingga kini, dalam mengurai faktor-faktor penyebab dari setiap kasus kesehatan yang besar di tanah Papua, termasuk kasus Asmat sekarang ini. Mungkin alasan-alasan yang sama akan digunakan Pemerintah di masa depan ketika menghadapi kasus kesehatan yang besar di tanah Papua.
Diakui bahwa ada unsur kebenarannya pada faktor-faktor penyebab yang di sebutkan di atas. Tetapi perlu diketahui juga bahwa semua faktor penyebab tersebut merupakan alasan-alasan klasik yang biasa digunakan pemerintah, sejak Papua berintegrasi ke dalam Indonesia tahun 1963 hingga kini, dalam mengurai faktor-faktor penyebab dari setiap kasus kesehatan yang besar di tanah Papua, termasuk kasus Asmat sekarang ini. Mungkin alasan-alasan yang sama akan digunakan Pemerintah di masa depan ketika menghadapi kasus kesehatan yang besar di tanah Papua.
Dialog
Sektoral
Masalah
kematian anak-anak Papua merupakan masalah kemanusiaan. Pemerintah Daerah
(Pemda) Kabupaten perlu menyadari bahwa Pemerintah sendiri tidak mampu
mengatasi kasus kematian anak-anak Papua. Pemerintah Daerah Kabupaten tidak
boleh memandang dirinya atau dipandang sebagai satu-satunya institusi yang
bertanggungjawab atas urusan kesehatan di Tanah Papua. Pemerintah bukan
merupakan satu-satunya pemangku kepentingan (stakeholder),
melainkan salah satu di antara banyak pemangku kepentingan yang lain.
Maka semua pemangku kepentingan, terutama orang Papua, perlu diberi ruang untuk
berpartisipasi dalam upaya menyelamatkan anak-anak Papua.
Ruang
partisipasi para pihak ini dapat diciptakan melalui dialog sektoral. Dalam
dialog ini semua pemangku kepentingan diundang dan dilibatkan untuk mengurus
kesehatan. Dialog sektoral diadakan bukan hanya pada saat menghadapi kasus
kesehatan yang besar, melainkan dilaksanakan setiap tahun dengan menghadirkan
semua pemangku kepentingan baik dari Pemda seperti dinas kesehatan, pihak
swasta seperti perusahan-perusahaan yang mengekspolitasi sumber daya alam
Papua, maupun dari masyarakat seperti Lembaga keagamaan, lembaga gereja,
lembaga adat, tokoh perempuan, dan pemuda. Pemerintah daerah berperan sebagai
fasilitator yang mengundang dan memungkinkan semua pihak dapat terlibat dalam
upaya menangani masalah kesehatan dan memajukan hidup sehat di antara orang
Papua.
Dalam
dialog sektoral, para pemangku kepentingan secara bersama membahas tentang
masalah kesehatan yang perlu ditangani, menetapkan solusi-solusi yang realitis
dan terukur, membuat rencana aksi, membagi peran dan tugas antara setiap
pemangku kepentingan, dan membahas upaya memajukan hidup sehat di
kampug-kampung. Dengan mengundang dan melibatkan semua pihak yang terkait, maka
urusan kesehatan baik untuk menangani masalah maupun memajukan hidup sehat akan
menjadi tanggungjawab dari semua pemangku kepentingan.
Oleh
sebab itu, dialog sektoral bidang kesehatan perlu dilaksanakan di setiap
kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dialog sektoral difasilitasi
oleh Pemda Kabupaten/kota. Solusi-solusi alternatif perlu dipikirkan dan
dicarikan melalui dialog sektoral guna mencegah masalah kesehatan dan memajukan
hidup sehat di kampung-kampung di seluruh tanah Papua.
Pemberdayaan
Orang Papua
Menghentikan
kematian anak-anak Papua, diperlukan dua jenis solusi. Pertama, solusi jangka
pendek yakni mengatasi kasus kematian anak Papua yang sedang berlangsung di
Asmat. Kedua, solusi solusi jangka panjang yakni suatu kebijakan untuk
mencegah berulangnya kasus serupa pada masa mendatang. Satu solusi jangka
panjang yang diperlukan adalah pemberdayaan orang Papua di semua kampung di
seluruh tanah Papua. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu mengfokuskan
perhatiannya pada pemberdayaan orang Papua di bidang kesehatan. Orang-orang
Papua yang selama ini dipandang sebagai penyebab kematian anak-anak perlu
diberdayakan menjadi aktor utama yang menangani masalah kesehatan dan memajukan
hidup sehat di kampungnya. Kepercayaan diri (self- confidence)
perlu dibangkitkan dalam diri setiap orang Papua bahwa mereka mempunyai
kemampuan untuk memelihara kesehatannya sendiri.
Pemerintah
mesti mempercayai orang Papua bahwa mereka bisa menjadi aktor utama dalam
mengurus kesehatan di kampungnya. Atas dasar kepercayaan ini, Pemerintah dapat
mendekati orang Papua, mengundang dan melibatkan mereka sebagai peserta dalam
dialog sektoral yang membahas tentang kesehatan. Dengan demikian orang Papua
dilibatkan dalam mengidentifikasi dan menganalisa masalah kesehatan, mencari
solusi-solusinya, dan merancang aksinya. Pemberdayaan orang Papua dapat
dilakukan juga melalui pelatihan-pelatihan di bidang kesehatan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten. Setelah pelatihan, mereka perlu
mendapatkan pendampingan dan pelatihan lanjutan.
Apabila
orang Papua sudah diberdayakan, maka mereka akan tahu dan mampu mencegah
ancaman penyakit, memberikan bantuan pertama ketika menghadapi penyakit, dan
memajukan hidup sehat di kampung-kampung. Mereka akan mampu mengurus kesehatannya
secara mandiri tanpa tergantung sepenuhnya kepada tenaga kesehatan seperti
dokter, mampu menangani masalah kesehatan, dan menjadi sukarelawan-sukarelawan
di bidang kesehatan di kampung asalnya. Dengan demikan, mereka akan
menyelamatkan anak-anak Papua dari berbagai macam penyakit yang mengancam
kehidupannya.
Pemerintah
disarankan untuk bekerjasama dengan gereja-gereja dalam upaya
memberdayakan orang Papua. Gereja-gereja perlu dilibatkan karena Gereja telah
hadir lama hingga di setiap kampung. Orang Papua juga sangat menghormati
pimpinan Gereja. Perlu diketahui bahwa gereja-gereja sudah mempunyai pengalaman
bertahun-tahun dalam mengurus bidang kesehatan. gereja-gereja di setiap
kabupaten sedang menunggu ajakan dari Pemda untuk secara bersama menyelamatkan
anak-anak Papua melalui pemberdayaan orang Papua di bidang kesehatan.
Neles Tebay adalah dosen STF Fajar Timur, Abepura.
Sumber : SATUHARAPAN.COM