Friday, 2 February 2018

Menyelamatkan Anak-anak di Asmat,Bagikan Kasih, Hentikan Derita Anak Papua


Campak dan gizi buruk menyerang anak-anak Papua di Kabupaten Asmat, Papua. Akibatnya, sebanyak 70 anak Asmat telah meninggal dunia dan sekitar 15 ribu warga Asmat sedang menderita gizi buruk. Selain mengatasi kasus kesehatan ini, perlu dipikirkan suatu solusi jangka panjang yang dapat menyelamatkan anak-anak Papua dari berbagai macam penyakit yang mengancam kehidupannya.
Kematian anak-anak Papua dalam jumlah yang besar ini sangat memprihatinkan, tetapi bukan satu-satunya kasus kesehatan di tanah Papua. Juga bukan kasus pertama. Kasus kematian anak seperti ini  sudah banyak kali terjadi di berbagai kampung di tanah Papua, terutama di kampung-kampung yang terisolir. Dalam tahun 2017, misalnya, sebanyak 50 anak Papua meninggal di Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai, dan 35 anak Papua meninggal di kampung Yigi, Distrik Inikgal, Kabupaten Nduga. Kasus-kasus ini diketahui karena diberitakan oleh media masa.  
Sebenarnya, banyak anak Papua yang meninggal dalam kesunyian, tanpa pemberitaan di media massa, di seluruh Tanah Papua. Dokter Sonny Fadli, yang pernah bertugas sebagai dokter PTT di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, menemukan bahwa “banyak anak Papua meregang nyawa satu per satu di dalam (ke)sunyi(an)”. Mereka meninggal karena penyakit yang sebenarnya bisa diatasi. Dokter Sonny mengakui hal ini, “bayi mungil yang mestinya tumbuh dengan baik harus meregang nyawa akibat penyakit yang  preventable.” Kematian anak dalam jumlah yang besar dapat saja terjadi di seluruh Tanah Papua pada waktu mendatang.
Alasan-alasan Klasik
Dalam mengurai penyebab kasus kematian anak di Asmat, sejumlah faktor penyebab disebutkan, antara lain kekurangan tenaga kesehatan seperti dokter umum, dokter spesialis, dan perawat. Penyebab lainnya adalah PUSKESMAS yang letaknya jauh dari penduduk Papua, yang tidak ada petugas kesehatannya, dan yang tidak tersedia obat-obat yang dibutuhkan rakyat. Faktor alam Papua yang berat, mahalnya biaya transportasi, dan terisolirnya kampung yang didiami orang Papua, dipandang sebagai penyebab lain dari kasus Asmat ini. Disebutkan bahwa faktor rendahnya kesadaran orang Papua di kampung dalam hal hidup sehat, serta lingkungan kehidupan orang Papua yang kotor turut menyebabkan munculnya kasus kematian anak-anak di Asmat.
Diakui bahwa ada unsur kebenarannya pada faktor-faktor penyebab yang di sebutkan di atas. Tetapi perlu diketahui juga bahwa semua faktor penyebab tersebut merupakan alasan-alasan klasik yang biasa digunakan pemerintah, sejak Papua berintegrasi ke dalam Indonesia tahun 1963 hingga kini, dalam mengurai faktor-faktor penyebab dari setiap kasus kesehatan yang besar di tanah Papua, termasuk kasus Asmat sekarang ini. Mungkin alasan-alasan yang sama akan digunakan Pemerintah di masa depan ketika menghadapi kasus kesehatan yang besar di tanah Papua.
Dialog Sektoral
Masalah kematian anak-anak Papua merupakan masalah kemanusiaan. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten perlu menyadari bahwa Pemerintah sendiri tidak mampu mengatasi kasus kematian anak-anak Papua. Pemerintah Daerah Kabupaten tidak boleh memandang dirinya atau dipandang sebagai satu-satunya institusi yang bertanggungjawab atas urusan kesehatan di Tanah Papua. Pemerintah bukan merupakan satu-satunya pemangku kepentingan (stakeholder), melainkan salah satu di antara banyak pemangku kepentingan yang lain.  Maka semua pemangku kepentingan, terutama orang Papua, perlu diberi ruang untuk berpartisipasi dalam upaya menyelamatkan anak-anak Papua.
Ruang partisipasi para pihak ini dapat diciptakan melalui dialog sektoral. Dalam dialog ini semua pemangku kepentingan diundang dan dilibatkan untuk mengurus kesehatan. Dialog sektoral diadakan bukan hanya pada saat menghadapi kasus kesehatan yang besar, melainkan dilaksanakan setiap tahun dengan menghadirkan semua pemangku kepentingan baik dari Pemda seperti dinas kesehatan, pihak swasta seperti perusahan-perusahaan yang mengekspolitasi sumber daya alam Papua, maupun dari masyarakat seperti Lembaga keagamaan, lembaga gereja, lembaga adat, tokoh perempuan, dan pemuda. Pemerintah daerah berperan sebagai fasilitator yang mengundang dan memungkinkan semua pihak dapat terlibat dalam upaya menangani masalah kesehatan dan memajukan hidup sehat di antara orang Papua.
Dalam dialog sektoral, para pemangku kepentingan secara bersama membahas tentang masalah kesehatan yang perlu ditangani, menetapkan solusi-solusi yang realitis dan terukur, membuat rencana aksi, membagi peran dan tugas antara setiap pemangku kepentingan, dan membahas upaya memajukan hidup sehat di kampug-kampung. Dengan mengundang dan melibatkan semua pihak yang terkait, maka urusan kesehatan baik untuk menangani masalah maupun memajukan hidup sehat akan menjadi tanggungjawab dari semua pemangku kepentingan.
Oleh sebab itu, dialog sektoral bidang kesehatan perlu dilaksanakan di setiap kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dialog sektoral difasilitasi oleh Pemda Kabupaten/kota. Solusi-solusi alternatif perlu dipikirkan dan dicarikan melalui dialog sektoral guna mencegah masalah kesehatan dan memajukan hidup sehat di kampung-kampung di seluruh tanah Papua.
Pemberdayaan Orang Papua
Menghentikan kematian anak-anak Papua, diperlukan dua jenis solusi. Pertama, solusi jangka pendek yakni mengatasi kasus kematian anak Papua yang sedang berlangsung di Asmat.  Kedua, solusi solusi jangka panjang yakni suatu kebijakan untuk mencegah berulangnya kasus serupa pada masa mendatang. Satu solusi jangka panjang yang diperlukan adalah pemberdayaan orang Papua di semua kampung di seluruh tanah Papua. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu mengfokuskan perhatiannya pada pemberdayaan orang Papua di bidang kesehatan. Orang-orang Papua yang selama ini dipandang sebagai penyebab kematian anak-anak perlu diberdayakan menjadi aktor utama yang menangani masalah kesehatan dan memajukan hidup sehat di kampungnya. Kepercayaan diri (self- confidence) perlu dibangkitkan dalam diri setiap orang Papua bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk memelihara kesehatannya sendiri.

Pemerintah mesti mempercayai orang Papua bahwa mereka bisa menjadi aktor utama dalam mengurus kesehatan di kampungnya. Atas dasar kepercayaan ini, Pemerintah dapat mendekati orang Papua, mengundang dan melibatkan mereka sebagai peserta dalam dialog sektoral yang membahas tentang kesehatan. Dengan demikian orang Papua dilibatkan dalam mengidentifikasi dan menganalisa masalah kesehatan, mencari solusi-solusinya, dan merancang aksinya. Pemberdayaan orang Papua dapat dilakukan juga melalui pelatihan-pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten. Setelah pelatihan, mereka perlu mendapatkan pendampingan dan pelatihan lanjutan.
Apabila orang Papua sudah diberdayakan, maka mereka akan tahu dan mampu mencegah ancaman penyakit, memberikan bantuan pertama ketika menghadapi penyakit, dan memajukan hidup sehat di kampung-kampung. Mereka akan mampu mengurus kesehatannya secara mandiri tanpa tergantung sepenuhnya kepada tenaga kesehatan seperti dokter, mampu menangani masalah kesehatan, dan menjadi sukarelawan-sukarelawan di bidang kesehatan di kampung asalnya. Dengan demikan, mereka akan menyelamatkan anak-anak Papua dari berbagai macam penyakit yang mengancam kehidupannya.
Pemerintah disarankan untuk bekerjasama dengan gereja-gereja  dalam upaya memberdayakan orang Papua. Gereja-gereja perlu dilibatkan karena Gereja telah hadir lama hingga di setiap kampung. Orang Papua juga sangat menghormati pimpinan Gereja. Perlu diketahui bahwa gereja-gereja sudah mempunyai pengalaman bertahun-tahun dalam mengurus bidang kesehatan. gereja-gereja di setiap kabupaten sedang menunggu ajakan dari Pemda untuk secara bersama menyelamatkan anak-anak Papua melalui pemberdayaan orang Papua di bidang kesehatan.

Neles Tebay adalah dosen STF Fajar Timur, Abepura.

Sumber : SATUHARAPAN.COM