Jati belanda (Guazuma ulmifolia, Lamk.). (Foto:
wikimedia.org)
Orang menyebutnya kayu jati belanda atau jati londo.
Keberadaannya sebagai bahan limbah peti kemas/palet barang impor yang sebagian
besar diangkut kapal laut kebanyakan dari Eropa, diidentikkan dengan Belanda,
dikaitkan dengan namanya. Kini kita mengenal kayu jati belanda digunakan untuk
furnitur maupun panel dinding.
Selain dikenal sebagai kayu peti kemas yang digunakan
untuk furnitur, jati belanda, menurut Wikipedia, dikenal sebagai salah satu
tanaman obat. Daun jati belanda sudah umum terdapat dalam jamu pelangsing tubuh
dan biasanya dibuat dalam bentuk teh.
Sejak zaman dulu masyarakat Indonesia, terutama yang
tinggal di Pulau Jawa, mengenal dan memakai air rebusan daun jati belanda
sebagai bahan baku jamu pelangsing tubuh, biasa disebut galian singset (bahasa
Jawa). Secara tradisonal, daun jati belanda berkhasiat sebagai obat pelangsing
tubuh dan menurunkan kadar lemak tubuh.
Daun jati belanda berwarna hijau, dan berbentuk oval
dengan pinggiran yang bergerigi dan ujung daun yang runcing. Permukaan daunnya
kasar dengan panjang daun sekitar 10-16 cm dan lebar sekitar 3-6 cm.
Diana Krisanti Jasaputra dari FakultasKedokteran
Universitas Maranatha, dalam penelitiannya yang dimuat di Jurnal Medika Planta Vol 1 No 3 April 2011, menyebutkan
daun jati belanda memiliki rasa agak kelat, karena mengandung tanin dan
musilago. Kandungan utama itulah yang menjadi alasan daun jati belanda
dimanfaatkan sebagai obat susut perut atau pelangsing.
Senyawa tanin bersifat sebagai astringent, dan musilago
bersifat sebagai pelicin atau pelumas . Tanin yang ada dalam daun mampu
mengurangi penyerapan makanan dengan cara mengendapkan mukosa protein yang ada
dalam permukaan usus, sementara musilago yang berbentuk lendir bersifat
pelicin. Dengan adanya musilago, penyerapan usus terhadap makanan dapat
dikurangi, sehingga memperlancar buang air besar.
Daun jati belanda juga banyak dimanfaatkan untuk
mengatasi kolesterol.
Tanaman jati belanda, menurut Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro), dikutip dari litbang.pertanian.go.id,
sangat berpeluang dimanfaatkan dalam industri fitofarmaka. Jati belanda
merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional, karena kandungan proantocyanidins (senyawa yang memberikan warna
merah dan biru pada buah) dan terbukti bermanfaat untuk memperkuat kapiler,
memperbaiki penglihatan dalam gelap, mendukung integritas dinding pembuluh
darah dan mencegah pembekuan darah, mengurangi risiko penyakit jantung dan
kanker, dan melindungi terhadap infeksi saluran kemih.
Selain itu berdasarkan analisa fitokimia, senyawa lain
yang terkandung dalam tanaman ini yakni triterpene, sterol, alkaloid,
karotenoid, flavonoid, tanin, karbohidrat, dan saponin, sangat potensial dan
bermanfaat sebagai obat. Dengan demikian, baik daun dan kulit batangnya dapat
digunakan sebagai obat obat disentri, wasir, pnemonia, batuk dan bronkhitis.
Pemerian Botani Tanaman Jati Belanda
Jati belanda dikutip dari usu.ac.id,
merupakan tanaman semak atau pohon dengan tinggi 10 – 20 m, berbatang keras,
bulat, permukaan kasar, beralur banyak, berkayu, bercabang, berwarna hijau
keputih-putihan. Tumbuhan ini berakar tunggang dengan warna putih kecokelatan.
Jati belanda berbunga tunggal, muncul dari ketiak daun,
berjumlah banyak, bentuk agak ramping, memiliki tangkai bunga sekitar 5 mm,
kelopak berwarna kuning dan berbau wangi.
Tumbuhan ini berdaun tunggal dengan warna hijau,
berbentuk bulat telur dengan permukaan kasar, tepi bergerigi, ujung runcing,
pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, mempunyai daun penumpu berbentuk lanset
atau berbentuk paku. Buahnya berbentuk kotak, bulat, keras, permukaan berduri,
warna hijau dan menjadi hitam jika tua.
Tanaman jati belanda berasal dari Amerika yang beriklim
tropis, kemudian dibawa oleh Portugis ke Indonesia, terutama ke Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Jati belanda tumbuh secara liar terutama di Pulau Jawa dan
penyebarannya pada daerah dataran rendah hingga 800 m di atas permukaan laut.
Tanaman jati belanda dikutip dari unib.ac.id, memiliki nama ilmiah yaitu, Guazuma ulmifolia,Lamk., dari suku Sterculiaceae.
Sedangkan nama daerahnya adalah jati londo (Jawa Tengah), jati belanda
(Melayu), jati landi dan jatos landi (Jawa), bastard cedar (Inggris), guacimo
(Spanyol), bois d’orme (Prancis), hapayillo (Peru), tapaculo (Tamil), ibixuma
(Brasil), guasima (Meksiko), guacimobaba (Kuba).
Tanaman ini dapat tumbuh dengan cepat dan biasa digunakan
sebagai tanaman pekarangan atau peneduh di tepi jalan.
Di beberapa negara, bagian dalam kulitnya dipakai sebagai
obat untuk menyembuhkan penyakit cacing dan kaki. astringent dan diaforetik.
Air masakan kulit dapat digunakan sebagai obat untuk menciutkan urat darah.
Rebusan biji-bijinya yang sudah dibakar seperti kopi
dapat diminum sebagai obat sembelit dan apabila setelah dibakar lalu dilumatkan
dengan air dan dibubuhkan setetes minyak adas maka dapat bermanfaat untuk perut
kembung dan sesak. Selain itu, daun atau buahnya dapat digunakan sebagai obat
untuk batuk rejan. Di Indonesia, air masakan daunnya banyak dipakai untuk
melangsingkan tubuh.
Manfaat Herbal Tanaman Jati Belanda
Menurut Wikipedia secara tradisional, daun jati belanda
berkhasiat sebagai obat pelangsing tubuh dan menurunkan kadar lemak tubuh.
Bijinya dapat digunakan sebagai obat sakit perut, jamu pelangsing yang aman dan
obat kembung. Buahnya dapat digunakan sebagai obat batuk.
Selain itu, dekok kulit batang dapat digunakan sebagai
obat malaria, diare dan sifilis. Jati belanda juga dapat digunakan untuk
mengobati influenza (flu), pilek, disentri, luka dan patah tulang. Ekstrak dari
daunnya dapat menekan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Shigella
dysenteria, dan Bacillus subtilis secara
in vitro.
Jaka Sulaksana J dan I Dadang J dalam bukunya yang
berjudul Kemuning dan Jati Belanda: Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat (Penerbit
Penebar Swadaya Jakarta tahun 2005 hal 83), menyebutkan bahwa seluruh
bagian tanaman jati belanda mengandung senyawa aktif seperti tanin.
Yosie Andriani HS di Laboratorium Biokimia Institut
Pertanian Bogor, yang dikutip dari Kompas.com pada
(21/1/2011), melakukan penelitian guna mengetahui pengaruh ekstrak daun jati
belanda terhadap kadar lipid darah (TPC, trigliserida, LDL, dan HDL/high
density lipoprotein). Penelitian menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan
pada empat kelompok perlakuan.
Ternyata pemberian ekstrak daun jati berpengaruh terhadap
kadar lipid darah. Kadar TPC, LDL, dan trigliserida pada perlakuan kontrol (tanpa
pemberian daun jati) terlihat sangat tinggi, dibandingkan dengan kadar TPC,
LDL, dan trigliserida yang diberi perlakuan daun jati. Fakta ini menunjukkan
adanya penurunan kadar TPC, LDL, dan trigliserida, akibat pemberian daun jati
belanda.
Disimpulkan bahwa daun jati belanda terbukti mampu
menurunkan kadar lipid darah. Ini berarti daun jati belanda bisa dijadikan obat
alternatif antihiperlipidemia.
Tanaman jati belanda menurut H Arief, dalam bukunya yang
berjudul Tumbuhan Obat dan Khasiatnya (Jakarta, Penebar
Swadaya, 2005), mempunyai efek antidiare, astringen, dan menguruskan badan.
Bagian dalam kulit batang tanaman jati belanda dipakai untuk mengobati penyakit
cacing dan kaki gajah.
Saat ini, dikutip dari ums.a.c.id, sediaan
daun jati belanda tersedia di pasaran berupa simplisia kering (untuk
diseduh), kapsul dan tablet. Sediaan kapsul dapat menutupi rasa pahit dari daun
jati belanda.
Salah satu sediaan yang dapat dibuat untuk menutupi rasa
pahit dari daun jati belanda adalah dengan dibuat tablet isap. Pembuatan
formulasi ini diharapkan dapat diterima masyarakat karena kemudahan dalam
penyimpanan dan kepraktisan dalam penggunaan.
Tim peneliti Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha, dan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, meneliti pengaruh ekstrak daun jati
belanda terhadap penurunan kadar kolesterol LDL manusia. Data yang diukur
adalah kadar LDL sebelum dan sesudah mengonsumsi kapsul ekstrak daun jati
belanda 550 mg, 2x2 kapsul sehari setelah makan selama satu bulan.
Hasil penelitian menunjukkan sesudah mengonsumsi ekstrak
daun jati belanda terjadi penurunan kadar LDL dalam darah dengan perbedaan yang
sangat signifikan. Kesimpulannya dari penelitian ini adalah ekstrak daun jati
belanda menurunkan kadar LDL manusia.
Rizky Novi Anggraini dari Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya, meneliti pengaruh pemberian kapsul ekstrak daun jati
belanda terhadap berat badan dan ukuran lingkar perut pada mahasiswi dengan
berat badan berlebih. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
yang terdiri atas satu kelompok (one group pra-test post-test design).
Kelompok yang diteliti terdiri atas 10 orang pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan mendapat perlakuan pemberian herbal kapsul
ekstrak daun jati belanda dengan dosis 2 kali 550 mg/kapsul dalam sehari. Di
samping mengkonsumsi herbal, masing-masing pasien juga harus menjalani prosedur
diet yang ditentukan serta berolahraga atau melakukan exercise rutin dengan
jalan kaki dan sit up sebanyak 20 kali dalam sehari.
Setelah diberi perlakuan, dilakukan pengamatan terhadap
hasil perbedaan berat badan dan ukuran lingkar perut pasien penelitian pada
tahap sebelum dan sesudah terapi. Hasil penelitian menunjukkan pemberian kapsul
ekstrak daun jati belanda mampu secara efektif menurunkan berat badan dan
lingkar perut pasien dengan berat badan berlebih.
Sumber
: SATUHARAPAN.COM