Tuesday, 19 December 2017

Memutus Mata Rantai Penyebaran HIV/AIDS di Tanah Papua

Pelanggan Seks Paling Banyak adalah PNS
febby_reri_dan_anaknya 
Ibu Febby Reri dan anaknya (kiri) didampingi Dokter Adat Yulianus Mikan (kanan). Febby Reri dan anaknya sembuh dari HIV/AIDS setelah minum ‘Ara Boven Digoel Herbal’. 


Jayapura - Penyebaran HIV/AIDS di Papua kian memprihatinkan. Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Papua per 30 Juni 2014, jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Papua mencapai 17.639 orang. Ironisnya lagi, para penderita itu umumnya adalah usia produktif antara usia 25 hingga 49 tahun.
Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua dr. Silvanus A. Sumule, SpOG mengatakan bahwa kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Papua pada tahun 1996 dan dalam jangka waktu 18 tahun, angka ini telah meningkat dengan sangat tajam menjadi 6.579 penderita HIV dan 11.060 orang penderita AIDS, atau hingga 30 Juni 2014 totalnya mencapai 17.639 orang.
“Dari jumlah itu, 1.229 orang di antaranya telah meninggal dunia karena penyakit ini. Khusus untuk wilayah adat Meepago yang meliputi Nabire, Paniai, Dogiai, Deiyai, Mimika dan Intan Jaya, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 6.984, dan 446 di antaranya telah meninggal,” jelasnya.
Menurutnya, angka ini diperkirakan masih jauh lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya, karena ada sejumlah kabupaten yang belum menyampaikan datanya dengan baik.
“Sesuai perkiraan paling konservatif dari Dinas Kesehatan Papua, ada sekitar 25.000 orang yang telah terkena HIV/AIDS di Papua. Ini berarti masih ada 7.361 yang harus ditemukan,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (18/11).
Lebih lanjut dijelaskan, dari 17.639 kasus tersebut, ternyata 97,5 persen penularan HIV/AIDS terjadi akibat hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dengan cara yang tidak aman atau tidak menggunakan kondom, dan 2 persen akibat penularan dari ibu ke bayi.
“Ironisnya pelanggan seks bebas paling banyak ternyata adalah kaum pria yang beprofesi sebagai pegawai negeri,” tuturnya.
Dikatakannya, statistik menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak terinfeksi HIV/AIDS di Papua adalah dari usia 15 sampai 49 tahun yang merupakan usia produktif. Lebih banyak orang asli Papua yang menderita HIV/AIDS dibandingkan masyarakat pendatang, dan jumlah ibu rumah tangga yang menderita HIV/AIDS hampir sebanding dengan perempuan pekerja seks.
“Data-data yang saya kemukakan ini menunjukkan bahwa HIV/AIDS adalah ancaman sangat serius bagi kita di Papua. Jumlahnya terus meningkat secara tajam dari hari ke hari. Penderita penyakit ini tidak pandang bulu, sehingga kita harus segera mengambil langkah-langkah untuk mengontrol persebaran penyakit ini,” katanya.
Menurutnya, untuk mencegahnya ada kabar gembira untuk mengatasi masalah ini, yaitu apabila semua orang dewasa di Papua, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, hanya setia dengan pasangannya, dan mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, atau dengan pelaku hubungan seks bebas, maka risiko tertular penyakit HIV/AIDS di Papua dapat ditekan sampai di atas 90 persen. Ada kesempatan bagi mereka yang sudah terlanjur memiliki perilaku yang berisiko tertular HIV/AIDS untuk bertobat dan meninggalkan perilaku hidup yang salah itu.
“Jadi cara pencegahan lainnya yaitu dapat dilakukan dengan melakukan sirkumsisi (khitan) pada laki-laki. Badan Kesehatan Dunia WHO telah menyatakan bahwa sirkumsisi pada pria dapat menekan risiko penularan HIV hingga 70%. Di samping itu dengan sirkumsisi dapat dicegah sejumlah penyakit-penyakit lain seperti kanker penis, kanker mulut rahim pada wanita dan sejumlah penyakit infeksi menular seksual lainnya,” jelasnya.
Berdasarkan bukti-bukti ilmiah ini, maka Pemerintah Provinsi Papua pada saat memperingati Tahun Emas Kesehatan ke-50 pada tanggal 12 November 2014 telah mencanangkan program sirkumsisi medis bagi pria untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Sirkumsisi atau sunat ini tidak ada hubungannya dengan agama tertentu, tetapi ini menyangkut soal kesehatan.
“Kita kini telah memiliki obat-obatan Antiretroviral yang mampu memperpanjang hidup para pengidap HIV sepanjang dikonsumsi secara benar dan teratur. Harapan hidup yang lebih lama bagi penderita HIV/AIDS juga dapat dicapai dengan menjalankan suatu pola hidup yang produktif,” ucapnya.@SKH Cenderawasih Pos Online.
Sumber : https://arabodigherbal.wordpress.com/2015/01/22/penderita-hivaids-di-papua-tembus-17-639-orang/