Pelanggan Seks Paling Banyak adalah PNS
Ibu Febby Reri dan anaknya (kiri) didampingi Dokter Adat Yulianus Mikan (kanan). Febby Reri dan anaknya sembuh dari HIV/AIDS setelah minum ‘Ara Boven Digoel Herbal’.
Ibu Febby Reri dan anaknya (kiri) didampingi Dokter Adat Yulianus Mikan (kanan). Febby Reri dan anaknya sembuh dari HIV/AIDS setelah minum ‘Ara Boven Digoel Herbal’.
Jayapura - Penyebaran
HIV/AIDS di Papua kian memprihatinkan. Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Papua
per 30 Juni 2014, jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Papua mencapai 17.639
orang. Ironisnya lagi, para penderita itu umumnya adalah usia produktif antara
usia 25 hingga 49 tahun.
Sekretaris Dinas
Kesehatan Provinsi Papua dr. Silvanus A. Sumule, SpOG mengatakan bahwa kasus
HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Papua pada tahun 1996 dan dalam jangka waktu
18 tahun, angka ini telah meningkat dengan sangat tajam menjadi 6.579 penderita
HIV dan 11.060 orang penderita AIDS, atau hingga 30 Juni 2014 totalnya mencapai
17.639 orang.
“Dari jumlah itu,
1.229 orang di antaranya telah meninggal dunia karena penyakit ini. Khusus
untuk wilayah adat Meepago yang meliputi Nabire, Paniai, Dogiai, Deiyai, Mimika
dan Intan Jaya, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 6.984, dan 446 di antaranya
telah meninggal,” jelasnya.
Menurutnya, angka ini
diperkirakan masih jauh lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya, karena ada
sejumlah kabupaten yang belum menyampaikan datanya dengan baik.
“Sesuai perkiraan
paling konservatif dari Dinas Kesehatan Papua, ada sekitar 25.000 orang yang
telah terkena HIV/AIDS di Papua. Ini berarti masih ada 7.361 yang harus
ditemukan,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di ruang kerjanya,
Selasa (18/11).
Lebih lanjut
dijelaskan, dari 17.639 kasus tersebut, ternyata 97,5 persen penularan HIV/AIDS
terjadi akibat hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dengan cara yang
tidak aman atau tidak menggunakan kondom, dan 2 persen akibat penularan dari
ibu ke bayi.
“Ironisnya pelanggan
seks bebas paling banyak ternyata adalah kaum pria yang beprofesi sebagai
pegawai negeri,” tuturnya.
Dikatakannya,
statistik menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak terinfeksi
HIV/AIDS di Papua adalah dari usia 15 sampai 49 tahun yang merupakan usia produktif.
Lebih banyak orang asli Papua yang menderita HIV/AIDS dibandingkan masyarakat
pendatang, dan jumlah ibu rumah tangga yang menderita HIV/AIDS hampir sebanding
dengan perempuan pekerja seks.
“Data-data yang saya
kemukakan ini menunjukkan bahwa HIV/AIDS adalah ancaman sangat serius bagi kita
di Papua. Jumlahnya terus meningkat secara tajam dari hari ke hari. Penderita
penyakit ini tidak pandang bulu, sehingga kita harus segera mengambil
langkah-langkah untuk mengontrol persebaran penyakit ini,” katanya.
Menurutnya, untuk
mencegahnya ada kabar gembira untuk mengatasi masalah ini, yaitu apabila semua
orang dewasa di Papua, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda,
hanya setia dengan pasangannya, dan mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan, atau dengan pelaku hubungan seks bebas,
maka risiko tertular penyakit HIV/AIDS di Papua dapat ditekan sampai di atas 90
persen. Ada kesempatan bagi mereka yang sudah terlanjur memiliki perilaku yang
berisiko tertular HIV/AIDS untuk bertobat dan meninggalkan perilaku hidup yang
salah itu.
“Jadi cara pencegahan
lainnya yaitu dapat dilakukan dengan melakukan sirkumsisi (khitan) pada
laki-laki. Badan Kesehatan Dunia WHO telah menyatakan bahwa sirkumsisi pada
pria dapat menekan risiko penularan HIV hingga 70%. Di samping itu dengan
sirkumsisi dapat dicegah sejumlah penyakit-penyakit lain seperti kanker penis,
kanker mulut rahim pada wanita dan sejumlah penyakit infeksi menular seksual
lainnya,” jelasnya.
Berdasarkan
bukti-bukti ilmiah ini, maka Pemerintah Provinsi Papua pada saat memperingati
Tahun Emas Kesehatan ke-50 pada tanggal 12 November 2014 telah mencanangkan
program sirkumsisi medis bagi pria untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
Sirkumsisi atau sunat ini tidak ada hubungannya dengan agama tertentu, tetapi
ini menyangkut soal kesehatan.
“Kita kini telah
memiliki obat-obatan Antiretroviral yang mampu memperpanjang hidup para
pengidap HIV sepanjang dikonsumsi secara benar dan teratur. Harapan hidup yang
lebih lama bagi penderita HIV/AIDS juga dapat dicapai dengan menjalankan suatu
pola hidup yang produktif,” ucapnya.@SKH Cenderawasih Pos Online.
Sumber
: https://arabodigherbal.wordpress.com/2015/01/22/penderita-hivaids-di-papua-tembus-17-639-orang/