Saturday, 25 November 2017

Di wilayah Indonesia bagian Timur, Papua merupakan daerah yang cukup menyita perhatian dunia terkait masalah kesehatan.


Pengobatan Massal di Papua. Sumber: www.antarafoto.com 

Oleh: Redaksi.
Sebagaimana tercantum pada pertimbangan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, “kesehatan adalah hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia”, serta pada Pasal 1 (1) yang menyatakan bahwa kesehatan merupakan faktor penting bagi manusia untuk dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Pasal 59 (3), dinyatakan pula bahwa setiap penduduk Papua memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ketetapan dalam Undang-Undang tersebut mencerminkan bahwa kesehatan merupakan masalah yang penting untuk ditanggapi oleh kita semua. Penetapan kebijakan oleh pemerintah menunjukkan bagaimana komitmen negara dalam menanggulangi masalah tersebut. Namun demikian, pengejawantahan peraturan mengenai pelayanan kesehatan ini belum berjalan secara maksimal. Hal ini terlihat dari peningkatan angka kesehatan di Indonesia belum menunjukkan kecenderungan yang berarti. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Kompas.com, mengutip laporan Indeks Pembangunan Manusia, keluaran Program Pembangunan PBB 2013, angka kematian ibu (AKI) sebagai salah satu isu yang paling penting, masih berada di tingkat 220 per 100.000 kelahiran hidup. Laporan Kompas.com ini juga memaparkan pendapat Endang L. Achadi, Koordinator Positive Deviance Resource Centre Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Menurut Endang, kondisi ini, salah satunya, disebabkan oleh ketiadaan fasilitas rumah sakit yang mampu melayani kegawatdaruratan di 40 persen kabupaten di Indonesia, khususnya di kawasan Indonesia bagian Timur (Anna, 2013).
Di wilayah Indonesia bagian Timur, Papua merupakan daerah yang cukup menyita perhatian dunia terkait masalah kesehatan. Buruknya tingkat kesehatan di Papua ini, antara lain mencakup empat hal, yakni kesehatan ibu dan anak dan gizi masyarakat, penyakit menular malaria, tuberculosis(TB), dan HIV-Aids (http://www.suarapembaruan.com, 11 Oktober 2013). Sesuai pernyataan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Cendrawasih, dr. Watofa, Sp.R., bahwa berdasarkan hasil riset kesehatan nasional dan daerah yang dilakukan pada tahun 2013, angka kematian ibu dan anak di Papua dan Papua Barat merupakan yang tertinggi di Indonesia (Master, 2013). Sebuah penelitian di Timika, sebagai salah satu contoh kasus, menunjukkan bahwa resiko malaria, seringkali infeksinya telah dimulai saat lahir dan tanpa disengaja, dan menjadi faktor mortalitas (angka kematian) ibu dan anak di wilayah tersebut (Poespoprodjo, 2011). Sementara itu, pada laporan yang lain, mengutip pernyataan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Prof. Tjandra Yoga Aditama, kasus malaria di Indonesia bagian Timur, seperti Papua, Papua barat, Maluku dan Nusa Tenggara Timur, masih terbilang tinggi dengan Annual Parasitical Index (API) sebesar lebih dari 20 per 1.000 penduduk (Master, Malaria di Papua Tertinggi, 2013).
Sementara itu, untuk kasus penyakit TB, penemuan kasus di Provinsi Papua masih 76% (jauh dari target 90%), dengan perkiraan angka sebesar 2,1 per 1.000 penduduk (Anna, Penanganan TB di Daerah Masih Terkendala, 2011). Di tahun 2012, berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, tercatat ada 306 kasus TB di Kabupaten Jayapura (http://www.suluhpapua.com, 29 Agustus, 2013), namun pada laporan berita yang lain, disebutkan bahwa ada 477 kasus, di mana 417 penderita dapat disembuhkan, 15 penderita meninggal, dan 45 lainnya merupakan kasus gagal (http://bintangpapua.com, 18 Februari, 2013).

 
Pengobatan Massal di Papua. Sumber: www.antarafoto.com

Yang lebih mengkhawatirkan, permasalahan penyebaran penyakit TB ini pun sesungguhnya memiliki hubungan dengan infeksi HIV-Aids (Kantipong, Murakami, Moolphate, Aung, & Yamada, 2012). Rendahnya daya tahan tubuh para penderita HIV-Aids menyebabkannya sangat rentan terserang TB sehingga meningkatkan resiko kematian (Green, 2006). Berdasarkan keterangan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Papua merupakan daerah yang sangat rawan penyebaran HIV-Aids, dengan nilai prevalensi sebesar 2,4%, yang berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita yang cukup tinggi setiap tahunnya. Laporan dari Kementrian Kesehatan menunjukkan bahwa terdapat 13.942 kasus HIV-Aids di Provinsi Papua, dan memiliki kecenderungan yang terus meningkat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (Dagur, 2012). Untuk kasus sektoral HIV-Aids sendiri, pada contoh lokasi di Kabupaten Jayawijaya, Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Jayawijaya memaparkan bahwa per September 2013, kasus HIV-Aids di daerah tersebut mencapai angka 3.655 kasus. Rinciannya, yakni bermula dari 920 kasus HIV dan 2.735, mengalami penambahan sebanyak 209 kasus di Bulan Juli, 2013, 76 kasus di Bulan Agustus, 2013, dan 97 kasus di Bulan September, 2013 (Adisubrata, 2013).
 Sumber foto: http://cloud.papua.go.id
Sumber foto: http://cloud.papua.go.id

Kenyataan sosial di Papua saat ini, sebagaimana yang telah dicoba paparkan secara ringkas di atas, menunjukkan bahwa permasalahan kesehatan di Papua belum mengarah kepada perbaikan kondisi yang berarti. Bahkan, masih ada dugaan masalah kesehatan ini akan terus bertambah. Faktor-faktor yang menguatkan dugaan itu, antara lain adalah mengingat luas wilayah Papua dengan sebaran penduduk dan pelayanan kesehatan yang tidak merata, jarak rata-rata antara pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang satu dengan yang lain terbilang cukup jauh (rata-rata 1.200 km2), pemekaran wilayah administratif yang terus terjadi bagi lokasi-lokasi yang ada di Papua, serta akses terhadap layanan dan informasi kesehatan yang relatif rendah bagi masyarakat di Papua (Kolaitaga, 2013). Hingga pertengahan tahun 2013, laporan dari Tabloidjubi.com pada Bulan Mei, 2013 menyatakan bahwa program-program pemerintah setempat belum mampu menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang ada di Papua (Loen, 2013). Artikel berita itu juga menyebutkan bahwa faktor lain yang tak kalah berarti, yang menyebabkan masalah ini tak kunjung usai, ialah keberadaan dan kesadaran masyarakat yang berada di lokasi-lokasi terpencil. Kondisi kultural di Papua memposisikan penduduknya menjadi pekerja keras yang sibuk sehingga mengakibatkan mereka abai terhadap kewajiban memeriksakan kesehatan diri, khususnya di kalangan perempuan.
Sumber Foto: http://cloud.papua.go.id.
Sumber Foto: http://cloud.papua.go.id.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat kita sadari bahwa masalah kesehatan, khususnya untuk konteks di Papua, merupakan masalah besar yang perlu mendapat perhatian kita bersama. Perlu digagas sekaligus diejawantahkan strategi-strategi baru dalam menanggulangi masalah tersebut dalam rangka mensiasati kekurangan atau kelemahan dari aksi-aksi yang telah sempat dilakukan, baik oleh pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya.