Jayapura – Penyakit kencing
tikus atau yang disebut Leptospirosis
dalam bahasa medis kini mulai menjadi perhatian di Papua. pasalnya, telah
terjadi beberapa kasus yang menyerang warga Papua dalam beberapa minggu
terakhir.
Dalam rilis kesehatan yang
diterima media ini, penyakit kencing tikus atau Leptospirosis awalnya
disebabkan oleh banjir yang membawa kotoran dan juga kencing tikus yang akan
menyerang sistem pertahanan tubuh manusia bahkan mampu menyebabkan kematian
jika tidak langsung dicegah.
“Gejala-gejala leptospirosis
ini awalnya menyerupai gejala flu, yaitu demam tinggi, sakit kepala, menggigil,
nyeri,” kata Dr Latre Buntaran SpMK, dokter spesialis mikrobiologi klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setelah itu, beberapa gejala
seperti muntah, sakit kuning, nyeri perut, diare dan ruam dapat terjadi pada
diri korban selama kurang lebih satu minggu.
jika tidak diobati, infeksi
dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, meningitis, gangguan pernapasan
hingga kematian.
Leptospirosis juga dikenal
sebagai demam canicola, demam ladang tebu, dan demam 7-hari. Penyakit ini
pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil sehingga disebut juga
sebagai penyakit atau sindrom Weil.
Kuman leptospira dapat hidup
di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Bahkan leptospira juga bisa bertahan
di tanah yang lembap, tanaman, maupun lumpur dalam waktu lama.
Kuman leptospira ini dapat
‘berenang’ di air sehingga bisa menginfeksi kaki manusia yang sedang terluka.
Leptospira juga bisa menginfeksi seseorang melalui makanan atau minuman.
Umumnya laporan orang yang terkena leptospirosis terjadi setelah banjir.
Leptospira juga bisa memapar
mereka yang banyak bersentuhan dengan binatang seperti
peternak, petani, dan dokter hewan. Petugas pembersih selokan juga memiliki risiko terpapar leptospitosis.
peternak, petani, dan dokter hewan. Petugas pembersih selokan juga memiliki risiko terpapar leptospitosis.
Selain tikus, hewan yang
berpotensi menularkan penyakit ini adalah kucing, kuda, kelelawar, babi,
kambing, domba, dan tupai.
Di Papua sendiri potensi
terjadinya kontak dan penyebaran kuman ini sangat rentan terjadi, aliran
sungai, saluran irigasi dan banjir yang kerap terjadi di berbagai titik di
Papua menjadi media yang sangat memungkinkan untuk penyebaran penyakit ini.
Sumber: PAPUANEWS.ID